REVISI UU MINERBA: PELUANG ATAU ANCAMAN BAGI INDEPENDENSI PERGURUAN TINGGI?
Windi
Rahmawati, Debby Naila Anindia Rahmah
Indonesia merupakan
negara yang diberi anugerah sumber daya yang melimpah, salah satunya yakni
mineral dan batu bara. Pengelolaan sumber daya mineral dan batubara (minerba)
menjadi isu strategis yang memengaruhi berbagai lini kehidupan seperti
perekonomian, lingkungan demi kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan yang
tertuang dalam Pasal 4 (1) UU Nomor 3 2020 Tentang Minerba "Mineral dan
Batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan
nasional dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat”. Sumber
daya alam yang terkandung di dalamnya merupakan aset berharga yang dapat
memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, penciptaan
lapangan kerja, serta pengembangan wilayah. Sebagai komoditas yang penting, mineral
dan batu bara tidak saja berperan pada masa lalu dan saat ini, tetapi juga
masih akan berperan sebagai penyumbang terbesar energi dunia beberapa dekade
kedepan (Manery, 2022). Namun, pengelolaan sektor minerba yang optimal dan
berkelanjutan memerlukan landasan hukum yang kuat dan adaptif terhadap
perubahan zaman.
Sebagai negara yang kaya
akan sumber daya mineral dan batu bara, sektor ini menjadi komoditas yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan telah terbukti berkontribusi besar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini menyebabkan pembahasan
tentang dinamika perkembangan kebijakan pertambangan minerba menjadi perlu
dilakukan (Redi & Marfungah, 2021). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) merupakan tonggak
penting dalam reformasi regulasi sektor ini. UU ini hadir sebagai respons
terhadap berbagai permasalahan yang muncul dalam pengelolaan minerba
sebelumnya, seperti tumpang tindih perizinan, praktik pertambangan yang tidak
ramah lingkungan, serta kurangnya kontribusi sektor ini terhadap kesejahteraan
masyarakat lokal. Setelah adanya regulasi tersebut, muncul regulasi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai penyempurnaan
regulasi sebelumnya dan mengakomodasi kepentingan berbagai pihak terkait. Dalam
rangka menghadapi berbagai perubahan dan tantangan, diperlukan penyusunan
peraturan perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara
yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan
penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan
batubara (Hidayat, 2021).
Berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, Badan Legislasi (Baleg) DPR
mengusulkan untuk melibatkan perguruan tinggi dalam pengusahaan pertambangan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 51A RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No.
4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (RUU Minerba). Pada 23 Januari 2025, usulan
tersebut telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI sebagai RUU usul
inisiatif DPR. Tertera bahwa perguruan tinggi diberikan prioritas untuk
mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dengan mempertimbangkan
akreditasi dan peningkatan layanan pendidikan. Usulan ini muncul berdasarkan
keinginan Baleg DPR untuk mendukung pendanaan bagi perguruan tinggi dalam
meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian, mendukung hilirisasi sumber
daya alam, meminimalisir dampak lingkungan dan sosial dari kegiatan
pertambangan serta memperbaiki kontribusi dalam sektor pertambangan. Namun
perubahan tersebut menuai gelombang penolakan dari berbagai kalangan sebab akan
menimbulkan berbagai dampak buruk seperti adanya konflik kepentingan yang akan
menghilangkan independensi perguruan tinggi sehingga kemungkinan melemahnya
sikap kritis akademisi akan terjadi. Keterlibatan perguruan tinggi dengan
bisnis pertambangan tentunya tidak selaras dengan UU Pendidikan Tinggi.
Berdasarkan daripada
penolakan masyarakat mengenai usulan RUU Minerba tersebut, Pemerintah dan DPR
bersepakat untuk membatalkan pemberian izin pengelolaan tambang kepada
perguruan tinggi (Azzahra, 2025). Sehingga DPR resmi mengesahkan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Perubahan keempat nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang pada
Rapat Paripurna DPR pada Selasa, 18 Februari. Pembatalan tersebut tidak
serta-merta menghilangkan keterlibatan perguruan tinggi pada UU tersebut,
dipaparkan bahwa pemerintah akan menyalurkan pendanaan riset bagi kampus yang
berasal dari keuntungan pengelolaan tambang yang diprioritaskan bagi BUMN, BUMD
serta badan usaha swasta. Menurut CNN Indonesia (2025), hal ini bertujuan untuk
mendanai riset perguruan tinggi yang ada di wilayah pertambangan yang
dikelolanya dalam rangka meningkatkan kemandirian, layanan pendidikan serta
keunggulan Perguruan Tinggi.
Melalui perspektif
administrasi publik, bahwasannya dengan pengesahan UU Minerba yang memaparkan
bahwa perguruan tinggi akan mendapatkan aliran sebagian keuntungan dari
pertambangan yang dilakukan oleh BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta dapat
menimbulkan dampak buruk. Universitas Mulawarman sebagai perguruan tinggi yang
ada di Kalimantan Timur berkemungkinan untuk mendapat aliran keuntungan dari
pertambangan, mengingat bahwa Kalimantan Timur memiliki sumber daya minerba
yang melimpah yang diikuti dengan banyaknya lahan pertambangan. Aliran dana
tersebut secara ideologis, tidak selaras dengan konsep Universitas Mulawarman
sebagai perguruan tinggi yang berfokus pada potensi dan permasalahan di wilayah
hutan tropis di Kalimantan Timur (Tropical Studies). Eksploitasi sumber daya
alam terutama melalui pertambangan, seringkali berimplikasi pada kerusakan
lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi ekosistem tropis.
Oleh karena itu, bantuan finansial pada industri pertambangan dapat
mengkompromikan integritas penelitian dan pendidikan yang berfokus pada
konservasi, pengelolaan berkelanjutan, dan pemahaman mendalam tentang ekosistem
tropis. Oleh karena itu, perlu mempertimbangkan sumber pendanaan alternatif
yang selaras dengan nilai-nilai inti dan misi akademik yang berorientasi pada
lingkungan.
Pembahasan tentang
dinamika perkembangan kebijakan pertambangan minerba menjadi perlu dilakukan
setidaknya karena tiga alasan. Dalam pembuatan kebijakan terkhusus pada
kebijakan pertambangan mineral dan batu bara diperlukan riset dan pertimbangan
mendalam. Diperlukannya partisipasi dari berbagai kalangan terutama terhadap
kalangan yang akan terdampak dari pemberlakuan kebijakan tersebut. Terkhusus
keterlibatan masyarakat lokal, dimana keputusan tersebut akan mempengaruhi
lingkungan mereka (Wulandari & Sisdianto, 2025). Pengelolaan tambang
sebagai suatu isu yang strategis sekaligus memiliki resiko tinggi memerlukan
suatu landasan hukum yang tepat, komitmen yang kuat dan implementasi yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memastikan bahwa kepentingan nasional,
lingkungan serta masyarakat tetap terjaga.
Daftar Pustaka
Azzahra,
N. (2025). Perguruan Tinggi Batal dapat
Izin Tambang di RUU Minerba. Tempo.
https://www.tempo.co/politik/perguruan-tinggi-batal-dapat-izin-tambang-di-ruu-minerba-1208475
Hidayat,
S. (2021). Rekontruksi Regulasi
Pengelolaan Sumber Daya Alam Pada Sektor Pertambangan Mineral Dan Batubara Guna
Memberi Nilai Tambah Untuk Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Regional Berbasis
Nilai Keadilan. ProQuest Dissertations Publishing.
Manery,
N. G. (2022). Peranan Asas Hukum Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Potensi
Kekayaan Minyak Dan Gas Bumi Di Provinsi Maluku. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(06),
1–7.
Poin-poin Kontroversial UU Minerba. (2025). CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250218134822-85-1199601/poin-poin-kontroversial-uu-minerba
Redi,
A., & Marfungah, L. (2021). Perkembangan kebijakan hukum pertambangan
mineral dan batubara di Indonesia. Undang:
Jurnal Hukum, 4(2), 473–506.
Wulandari,
W., & Sisdianto, E. (2025). PRAKTIK TERBAIK TATA KELOLA LINGKUNGAN DALAM
INDUSTRI PERTAMBANGAN DI KALIMANTAN. JURNAL
ILMIAH EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS DAN AKUNTANSI, 2(1), 232–244.
Komentar
Posting Komentar